Pentingnya Tembang Dolanan Anak
Negara Indonesia merupakan negara yang terkenal kaya
akanl berbagai macam budaya dan kesenian. Kekayaan budaya dan kesenian yang
dimiliki bangsa Indonesia merupakan suatu kebanggaan dan aset bangsa. Semua
negara di dunia telah mengakui akan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia .
Bahkan ada negara tetangga, seperti Malaysia berusaha merebut dan mengakui
salah satu kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai kebudayaan mereka.
Hal itu tidak boleh dibiarkan, jika ini terjadi maka bangsa Indonesia akan
kehilangan salah satu aset bangsa. Sebagai warga negara yang cinta dan peduli
akan kebudayaan tersebut, maka hendaknya selalu berusaha untuk menjaga dan
mempertahankannya.
Oleh karena itu, warisan nenek moyang tersebut perlu
dilestarikan agar tidak punah tergerus oleh perkembangan zaman.
Perubahan dan perkembangan zaman terjadi semakin
pesat, hal ini ditandai dengan semakin canggihnya alat-alat elektronik yang
mengakibat terkikisnya kebudayaan warisan nenek moyang yang menyimpan
nilai-nilai luhur bangsa. Warisan kebudayaan tersebut meliputi bahasa,
adat-istiadat, dan kesenian daerah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
kesenian daerah yang pada saat ini banyak yang hilang bahkan hampir punah.
Salah satu contoh kesenian daerah tersebut adalah tembang dolanan anak
berbahasa Jawa.
Tembang dolanan berbahasa Jawa merupakan sarana untuk
bersenang-senang dalam mengisi waktu luang dan juga sebagai sarana komunikasi
yang mengandung pesan mendidik. Contoh tembang dolanan yang dimaksud adalah
cublak-cublak suweng, jaranan, padang bulan, ilir-ilir, dan masih banyak lagi.
Tembang dolanan anak merupakan suatu hal yang menarik karena sesuai dengan
perkembangan jiwa anak yang masih suka bermain, didalamnya juga mengandung
ajaran-ajaran atau nilai-nilai moral budi pekerti. Dr. Suharko Kasaran, (Ketua
Komisi Nasional Budi Pekerti) mengatakan bahwa apabila anak kurang/tidak dibina
pendidikan budi pekerti sedini mungkin, pada umur 14 tahun anak itu akan
mengembangkan sikap destruktif (cenderung ke arah brutal). Kurangnya pembinaan
atau pedidikan budi pekerti dibuktikan banyaknya kejadian di usia remaja dan
dewasa atau tua seperti kenakalan remaja, tawuran massal, pelecehan seksual,
dan sebagainya (wawancara Buletin Siang RCTI, 11 Mei 1999).
Menurut Riyadi (dalam Djaka Lodang, 5 Agustus 1989)
memerinci sifat lagu dolanan anak-anak yaitu bersifat didaktis dan sosial.
Didaktis artinya lagu dolanan itu mengandung unsur pendidikan, baik yang
disampaikan secara langsung dalam lirik lagu atau disampaikan secara tersirat,
dengan berbagai perumpamaan atau analogi. Salah satu keahlian orang Jawa adalah
membuat berbagai ajaran dengan berbagai perumpamaan. Sosial artinya bahwa lagu
dolanan memiliki potensi untuk menjalin hubungan sosial anak dan menumbuhkan sifat-sifat
sosial.
Pada dasarnya lagu dolanan anak bersifat unik.
Artinya, berbeda dengan bentuk lagu/tembang Jawa yang lain. Menurut Danandjaja
(1985:19) lagu dolanan anak ada yang termasuk lisan Jawa, yaitu tergolong
nyanyian rakyat. Sarwono dkk (1995: 5) menjelaskan bahwa lagu dolanan memiliki
aturan, yaitu
1. bahasa sederhana,
2. cengkok sederhana,
3. jumlah baris terbatas,
4. berisi hal-hal yang selaras dengan keadaan anak.
Lirik dalam lagu dolanan tersebut tersirat makna
religius, kebersamaan, kebangsaan, dan nilai estetis.
Generasi muda terutama anak-anak merupakan pemegang
tongkat estafet perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila mereka
kurang pemahaman dan pengalaman pada potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan
kelak bangsa ini akan kehilangan jatidiri dan karakter yang berbudi luhur.
Generasi yang merupakan penerus pembangunan bangsa hendaknya memiliki rasa
bangga dan jiwa kepahlawanan untuk menghadapi masalah. Sikap tersebut diawali
dengan rasa bangga, ikut memiliki, dan mencintai seni budaya. Melalui seni,
seseorang lebih sensitif terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya. Dengan
melihat kenyataan yang ada sekarang ini, sebagai generasi muda haruslah berbuat
banyak demi kelestarian budaya dan kesenian tradisional yang hampir punah. Tembang
dolanan sebagai warisan nenek moyang yang mempunyai nilai-nilai luhur harus
terus dilestarikan.
Namun ironis, sekarang ini generasi muda khususnya
anak-anak yang tinggal di daerah yang banyak mendapat pengaruh budaya modern
pada umumnya tidak mengenal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut meskipun
mereka orang Jawa. Mereka kurang berminat mempelajari apalagi
menghafal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut. Pada saat ini, anak-anak
lebih mudah menyanyikan dan menghafal lagu-lagu berbahasa Indonesia daripada
tembang dolanan yang menggunakan bahasa Jawa. Hal ini terjadi karena pada
umumnya orang tua zaman sekarang meskipun berasal dari etnis Jawa, tetapi
mereka lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu atau
bahasa pengantar dalam berkomunikasi sehari-hari.
Peranan orang tua dalam melestarikan warisan nenek
moyang juga sangat penting karena anak ibarat kertas putih bersih yang belum
ternoda. Kalau sejak dini anak-anak diperkenalkan dengan tembang dolanan yang
berisi petuah, pendidikan moral, dan budi pekerti, maka kelak jika sudah dewasa
akan berakhlak baik.
Meskipun mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa komunikasi sehari-hari, tetapi sebagai orang tua hendaknya juga
mengajari anak-anak mereka untuk menggunakan bahasa Jawa karena mereka berasal
dari etnis Jawa.
Di samping orang tua yang berperan penting, pemerintah
juga kurang memperhatikan bahkan mengabaikan adanya tembang dolanan anak
berbahasa Jawa.
Hal ini terbukti dengan tidak adanya kepedulian
pemerintah untuk ikut melestarikan tembang dolanan tersebut. Ketidakpedulian
pemerintah tersebut dapat dilihat dengan tidak adanya sosialisasi melalui
program di televisi yang menayangkan acara khusus tembang dolanan anak yang
berbahasa Jawa. Kebanyakan acaranya menggunakan bahasa Indonesia. Kalaupun ada
acara musik yang berbahasa Jawa tetapi musik tersebut untuk orang dewasa bukan
lagu dolanan untuk anak-anak. Selain perlu diadakannya program khusus untuk
tembang dolanan anak-anak, langkah untuk melestarikan kesenian tersebut adalah
dengan diadakannya lomba yang khusus menyanyikan tembang dolanan berbahasa
Jawa. Langkah selanjutnya adalah melalui sanggar seni dengan mengaplikasikan
tembang dolanan anak-anak maupun dewasa, sehingga tembang dolanan tidak lagi
dianggap sebagai tembang dolanan semata, tetapi merupakan seni sastra tradisi
milik seluruh masyarakat. Kerjasama yang harmonis antara orang tua, lingkungan,
pemerintah yang terkait akan mempunyai andil besar dalam upaya melestarikan
seni budaya daerah yang merupakan sumber aset budaya nasional.
Gejala yang terjadi menunjukkan bahwa banyak faktor
yang menyebabkan tembang dolanan anak berbahasa Jawa kurang diminati generasi
muda khususnya anak-anak. Meskipun dalam lirik tembang tersebut mengandung
banyak nasihat, petuah, dan pendidikan yang baik bagi anak-anak. Oleh sebab
itu, peneliti tergerak untuk mengungkapkan fenomena yang terjadi pada saat ini.
Data dalam tulisan ini diperoleh dari masyarakat tutur berbahasa Jawa yang
masih mengenal tembang dolanan anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar