keompok Ki Lurah Semar
Kelompok ini terdiri Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong (Sunda: Cepot). Mereka menggambarkan kelompok punakawan
yang jujur, sederhana, tulus, berbuat sesuatu tanpa pamrih, tetapi
memiliki pengetahuan yang sangat luas, cerdik, dan mata batinnya sangat
tajam. Ki Lurah Semar, khususnya, memiliki hati yang “nyegoro” atau
seluas samudra serta kewaskitaan dan kapramanan-nya
sedalam samudra. Hanya satria sejati yang akan menjadi asuhan Ki Lurah
Semar. Semar hakekatnya sebagai manusia setengah dewa, yang bertugas
mengemban/momong para kesatria sejati.
Ki Lurah Semar disebut pula Begawan Ismaya atau Hyang Ismaya, karena eksistensinya yang teramat misterius sebagai putra Sang Hyang Tunggal umpama dewa mangejawantah. Sedangkan julukan Ismaya artinya tidak wujud secara wadag/fisik, tetapi yang ada dalam keadaan samar/semar. Dalam uthak-athik-gathuk secara Jawa, Ki Semar dapat diartikan guru sejati (sukma sejati), yang ada dalam jati diri kita. Guru sejati merupakan hakekat Zat tertinggi yang terdapat dalam badan kita. Maka bukanlah hal yang muskil bila hakekat guru sejati yang disimbolkan dalam wujud Ki Lurah Semar, memiliki kemampuan sabda pendita ratu, ludahnya adalah ludah api (idu geni). Apa yang diucap guru sejati
menjadi sangat bertuah, karena ucapannya adalah kehendak Tuhan. Para
kesatria yang diasuh oleh Ki Lurah Semar sangat beruntung karena
negaranya akan menjadi adil makmur, gamah ripah, murah sandang pangan,
tenteram, selalu terhindar dari musibah.
Tugas punakawan
dimulai sejak kepemimpinan Prabu Herjuna Sasrabahu di negeri Maespati,
Prabu Ramawijaya di negeri Pancawati, Raden Sakutrem satria Plasajenar,
Raden Arjuna Wiwaha satria dari Madukara, Raden Abimanyu satria dari
Plangkawati, dan Prabu Parikesit di negeri Ngastina. Ki Lurah Semar
selalu dituakan dan dipanggil sebagai kakang, karena dituakan
dalam arti kiasan yakni ilmu spiritualnya sangat tinggi, sakti
mandraguna, berpengalaman luas dalam menghadapi pahit getirnya
kehidupan. Bahkan para Dewa pun memanggilnya dengan sebutan “kakang”.
Kelompok punakawan ini bertugas :
- Menemani (mengabdi) para bendhara (bos) nya yang memiliki karakter luhur budi pekertinya. Tugas punakawan adalah sebagai “pembantu” atau abdi sekaligus “pembimbing”. Tugasnya berlangsung dari masa ke masa.
- Dalam cerita pewayangan, kelompok ini lebih sebagai penasehat spiritual, pamomong, kadang berperan pula sebagai teman bercengkerama, penghibur di kala susah.
- Dalam percengkeramaannya yang bergaya guyon parikena atau saran, usulan dan kritikan melalui cara-cara yang halus, dikemas dalam bentuk kejenakaan kata dan kalimat. Namun di dalamnya selalu terkandung makna yang tersirat berbagai saran dan usulan, dan sebagai pepeling akan sikap selalu eling dan waspadha yang harus dijalankan secara teguh oleh bendharanya yang jumeneng sebagai kesatria besar.
- Pada kesempatan tertentu punakawan dapat berperan sebagai penghibur selagi sang bendhara mengalami kesedihan.
- Pada intinya, Ki Lurah Semar dkk bertugas untuk mengajak para kesatria asuhannya untuk selalu melakukan kebaikan atau kareping rahsa (nafsu al mutmainah). Dalam terminologi Islam barangkali sepadan dengan istilah amr ma’ruf.
Adapun watak kesatria adalah: halus, luhur budi pekerti, sabar, tulus, gemar menolong, siaga dan waspada, serta bijaksana.
Sumber : sabdalangit.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar